• Mon, Oct 2025

Capaian Pendidikan 2024–2025: Pemerataan dan Mutu untuk Semua

Capaian Pendidikan 2024–2025: Pemerataan dan Mutu untuk Semua

Foto siswa memakai masker di ruang kelas di Makassar ( Source : dari UNICEF Indonesia.)


Pemerintah melalui Kemendikdasmen mencatat pencapaian signifikan sepanjang Oktober 2024 hingga Oktober 2025 dalam upaya mewujudkan pendidikan yang tidak hanya bisa diakses, tetapi juga bermutu bagi seluruh anak bangsa. Dengan alokasi anggaran besar mencapai Rp 181,72 triliun bagi enam program prioritas, pemerintah menunjukkan komitmen nyata dalam memperluas akses sekaligus mengangkat kualitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia.

Namun, capaian angka saja tak cukup. Yang membuat langkah ini menarik adalah dampak riilnya, dari ranah ideologi hingga kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, tantangan struktural dan kesenjangan tetap mengiringi. Berikut tinjauan terhadap tujuh program utama dan bagaimana mereka bekerja serta hambatannya.

 

  1. Revitalisasi Satuan Pendidikan: Menyatukan Langkah dari PAUD hingga SLB

Program revitalisasi satuan pendidikan mendapatkan perhatian serius. Dengan alokasi dana sebesar Rp 16,97 triliun, target revitalisasi 10.440 satuan pendidikan berhasil dilampaui: 15.523 lembaga berhasil disentuh, mulai dari PAUD hingga SMA/SMK dan SLB. 

Keberhasilan ini bukan sekadar penambahan bangunan atau fasilitas. Revitalisasi memberi sinyal kuat contohnya adanya pembangunan pendidikan yang sudah menyentuh banyak daerah, mengurangi disparitas fasilitas antardesa atau kabupaten. Dalam perspektif ideologi, ini memperkokoh asas keadilan sosial; dalam politik, fasilitas yang lebih layak bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah; dalam ranah ekonomi dan sosial, kegiatan pembangunan dan perawatan fasilitas membuka ruang kerja lokal dan mendorong partisipasi masyarakat.

  1. Digitalisasi Pendidikan: Menembus Batas Wilayah

Sesuai arahan Presiden dalam Instruksi Nomor 7 Tahun 2025, digitalisasi menjadi tulang punggung transformasi belajar-mengajar. Program ini telah menjangkau lebih dari 285.000 sekolah, dari PAUD hingga pendidikan nonformal. Kelebihan digitalisasi jelas terasa: efisiensi operasional dan percepatan distribusi materi pembelajaran. Namun, tidak bisa ditutup mata bahwa infrastruktur masih menjadi kendala besar di daerah terpencil. Menurut penelitian, digitalisasi pendidikan memang bertujuan mempersempit jurang ketimpangan akses, tetapi realitas di lapangan menunjukkan beberapa sekolah belum siap dari sisi infrastruktur atau SDM pengajar.

Keterbatasan ini harus diakui agar program tidak sekadar menjadi gimmick, melainkan transformasi yang inklusif dan merata.

  1. Kesejahteraan & Kompetensi Guru: Investasi Utama

Pemerintah mengalokasikan Rp 13,2 triliun untuk mendukung tunjangan profesi, subsidi upah, pengembangan karir, dan insentif bagi guru non-ASN. Beberapa capaian yang disebutkan adalah:

  • 785 ribu guru non-ASN mendapatkan tunjangan profesi. 

  • 253 ribu guru PAUD nonformal menikmati bantuan subsidi upah (BSU). 

Langkah ini memiliki makna ganda, secara sosial-politik, guru yang dihargai akan merasa termotivasi dan memiliki legitimasi dalam proses pendidikan; secara ekonomi, kenaikan pendapatan mereka turut memperkuat daya beli masyarakat. Namun, perlu diwaspadai ada guru yang belum siap atau belum memiliki keterampilan digital. Salah satu data menunjukkan hanya 40 persen guru non-TIK yang siap menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Jadi, pemberian tunjangan harus diiringi dengan upskilling agar guru tidak hanya “diberi” tapi juga “diberdayakan”.

  1. Program Indonesia Pintar (PIP) & Beasiswa ADEM: Menjaga Pelajar Tetap di Bangku Sekolah

Program Indonesia Pintar atau yang biasa disebut PIP, dengan anggaran sekitar Rp13,5 triliun, berhasil menjangkau jutaan siswa dari keluarga kurang mampu. Sementara itu, beasiswa ADEM dialokasikan untuk ribuan siswa di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Dampaknya terasa nyata mengurangi angka putus sekolah karena keterbatasan biaya, sekaligus menjamin hak belajar bagi anak-anak dari latar belakang ekonomi terbatas. Di ranah ideologi, ini menegaskan bahwa negara menegakkan prinsip pemerataan, secara politik sosial, kehadiran program ini bisa memperkuat citra negara sebagai negara kesejahteraan.

  1. Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP): Memastikan Sekolah "Bernafas” 

BOSP mendapat alokasi Rp 59,3 triliun, dengan cakupan 50,46 juta siswa dan 422.106 satuan pendidikan. Dana ini digunakan untuk pemasokan bahan ajar, operasional sekolah rutin, dan layanan siswa. Bagi sekolah di wilayah terpencil, bantuan ini sangat berarti, mereka menjadi lebih mandiri tanpa tergantung dana dari orang tua siswa. Dari sisi sosial, beban keuangan orang tua berkurang. Dari sisi politik pendidikan, BOSP menjaga agar proses belajar tetap berjalan meskipun kondisi fiskal lokal mungkin tidak stabil.

  1. Kurikulum Merdeka & Asesmen Nasional: Menaruh Siswa sebagai Poros

Kurikulum Merdeka kini menjadi wajah baru pendidikan Indonesia yang semakin meluas penerapannya. Berdasarkan data Kemendikbudristek (2025), lebih dari 84 persen satuan pendidikan di seluruh Indonesia telah mengadopsi Kurikulum Merdeka sebagai pendekatan utama pembelajaran. Model ini menekankan kontekstualitas, fleksibilitas, dan kebebasan belajar, tiga hal yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari seluruh proses pendidikan. 

Kebijakan ini tak berdiri sendiri. Melalui Rapor Pendidikan 2022–2024 dan Asesmen Nasional, pemerintah berupaya memastikan setiap sekolah memiliki peta mutu pendidikan berbasis data,  bukan sekadar formalitas evaluasi, tetapi alat refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran secara berkelanjutan.

Dari perspektif ideologis, Kurikulum Merdeka merupakan wujud nyata penanaman Profil Pelajar Pancasila, yakni siswa yang beriman, mandiri, kreatif, dan gotong royong. Di sisi ekonomi pendidikan, kurikulum ini mendorong efisiensi karena sekolah dapat menyesuaikan materi dan sumber belajar sesuai kebutuhan daerah serta potensi lokal.

Lebih jauh, dari aspek psikologis dan kesehatan mental siswa, Kurikulum Merdeka menghadirkan iklim belajar yang lebih humanis dan menyenangkan. Siswa tidak lagi tertekan oleh beban akademik yang kaku, melainkan diberi ruang untuk bereksperimen, berinovasi, dan mengekspresikan minatnya secara mandiri. Pola ini menjadi langkah strategis dalam membentuk generasi pembelajar sepanjang hayat yang tidak sekadar cerdas secara kognitif, tetapi juga matang secara emosional dan sosial.

Implementasi Kurikulum Merdeka terus diperluas, dan data menunjukkan bahwa lebih dari 84% sekolah telah mengadopsinya dengan pendekatan kontekstual dan berpusat pada murid. Melalui Rapor Pendidikan 2022–2024, pemerintah juga memanfaatkan data Asesmen Nasional sebagai tolok ukur mutu pendidikan. 

Secara ideologis, kurikulum ini membantu penanaman karakter Pancasila dan keberagaman. Secara ekonomi, sekolah dapat lebih fleksibel dalam menyusun materi yang relevan. Dari sisi kesehatan mental siswa, pembelajaran yang tidak kaku memberi ruang bagi kreativitas dan kebahagiaan belajar — sebuah langkah penting mengurangi stres akademik.

  1. Gerakan “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”: Menanam Karakter Sejak Dini

Gerakan nasional ini mengajak anak untuk membiasakan diri dengan rutinitas positif seperti bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan bergizi, giat belajar, interaksi sosial, dan tidur tepat waktu. Dampaknya menyeluruh, pola hidup sehat meningkatkan stamina fisik dan mental,  nilai religius dan nasionalisme tertanam dalam keseharian, serta generasi peserta didik yang sehat dan karakter kuat akan menjadi modal ekonomi bagi kemajuan bangsa.

Penutup:  Menuju Pendidikan Bermutu yang Nyata

Capaian Kemendikdasmen selama tahun 2024–2025 bukan sekadar prestasi administratif, melainkan pijakan dalam membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas. Pendidikan bukan lagi barang mewah, melainkan hak setiap anak bangsa yang harus dijunjung tinggi oleh negara dan masyarakat bersama.

Referensi : 

  1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (10 Januari 2025). Dorong transformasi digital pendidikan Indonesia, Kemendikdasmen luncurkan Rumah Pendidikan. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2025/01/dorong-transformasi-digital-pendidikan-indonesia-kemendikdasmen-luncurkan-rumah-pendidikan

  2. ResearchGate. (2022). Digitalisasi dan disparitas pendidikan di sekolah dasar. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/365515039_Digitalisasi_dan_Disparitas_Pendidikan_di_Sekolah_Dasar

  3. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek. (2024). Panduan Pembelajaran dan Asesmen: Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Edisi Revisi ke-2). Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Pembelajaran.

  4. BPMP Kalimantan Barat. (2025). Ketimpangan capaian antar daerah dalam pendidikan nasional.