• Thu, Dec 2024

KPK Dorong Transparansi Pelayanan Publik di Mataram untuk Cegah Korupsi

KPK Dorong Transparansi Pelayanan Publik di Mataram untuk Cegah Korupsi

Sebagai langkah konkret, KPK mengawasi implementasi Monitoring Center for Prevention, yang mencakup delapan area intervensi seperti pelayanan publik, pengawasan APIP, hingga manajemen ASN.


MATARAM | SERANTAUMEDIA - Sebagai bagian dari upaya menutup potensi terjadinya celah korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V terus mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Langkah ini merupakan bagian dari strategi penguatan tata kelola pemerintahan daerah yang bersih, akuntabel, dan profesional.

Dalam kegiatan Road to Hakordia Expo 2024 yang digelar di Kota Mataram pada Jumat (22/11/2024), Kepala Satuan Tugas (Satgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik sebagai salah satu fokus utama dalam pencegahan korupsi.

“Pelayanan publik yang berkualitas dan berintegritas adalah kunci untuk meminimalkan risiko korupsi. Dengan memperkuat sistem pengawasan dan mendorong penerapan teknologi, kami berharap dapat menciptakan tata kelola yang lebih baik di tingkat daerah,” ujar Dian dilansir kpk.go.id.

Dian juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta.

“Pendekatan kolaboratif ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, KPK mengawasi implementasi Monitoring Center for Prevention (MCP), yang mencakup delapan area intervensi seperti pelayanan publik, pengawasan APIP, hingga manajemen ASN.

Saat ini, Kota Mataram berada di posisi keempat dari 12 pemerintah daerah di NTB, dengan nilai rata-rata 67 poin pada indikator MCP. Dari delapan area MCP, tujuh di antaranya masih berada pada kategori merah.

Pada kegiatan Sosialisasi Pencegahan Korupsi kepada ASN di Lingkup Kota Mataram yang digelar Kamis (21/11), anggota tim Satgas Korsup Wilayah V KPK, Ben Hardy Saragih, menyoroti perlunya pembenahan pelayanan publik dari hulu. Salah satunya adalah memastikan proses rekrutmen ASN berjalan sesuai prinsip meritokrasi.

“Penempatan pegawai harus dilakukan sesuai kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki. Jangan sampai terjadi pengangkatan berdasarkan balas budi, motif politik, atau kepentingan pribadi lainnya,” jelas Ben.

Ben menambahkan, sistem merit dapat memastikan pegawai yang diangkat memiliki profesionalitas tinggi, sehingga praktik jual-beli jabatan yang selama ini menjadi momok dalam birokrasi dapat diminimalisasi.

“Jika ASN sudah profesional, kualitas layanan publik pasti meningkat. Pelayanan yang profesional dan berintegritas menjadi pondasi keberhasilan program pemerintah,” tegasnya.

KPK juga mengidentifikasi potensi korupsi dalam sektor pelayanan publik di Kota Mataram, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Misalnya, praktik pungutan liar (pungli) di sekolah yang sering terjadi pada momen penerimaan peserta didik baru (PPDB), kenaikan kelas, hingga penyerahan rapor.

“Mulai dari uang pendaftaran masuk, uang les, uang komite, hingga uang kenang-kenangan, praktik ini jelas melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 48 Tahun 2008. Pengumpulan dana hanya boleh dilakukan oleh komite sekolah secara sukarela, berlaku umum, dan akuntabel,” ujar Ben.

Sementara itu, di sektor kesehatan, KPK menemukan banyak kepala fasilitas layanan kesehatan yang tidak melaporkan penggunaan dana kapitasi BPJS secara transparan.

Sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan layanan kesehatan sering kali tidak dimanfaatkan secara optimal.

“Kami mendorong pemanfaatan dana kapitasi sesuai peruntukannya, terutama melalui pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan yang transparan dengan memanfaatkan e-katalog. Jangan sampai ada kongkalikong antara panitia pengadaan dan pengusaha,” ungkap Ben.

Selain itu, KPK juga mencatat banyaknya aset publik seperti sekolah dan puskesmas yang belum tersertifikasi. Hal ini menghambat pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dari pemerintah pusat.

“Inspektorat daerah harus aktif mendampingi proses sertifikasi aset dan pengadaan barang/jasa di sekolah maupun fasilitas kesehatan. Temuan administratif dapat segera diselesaikan tanpa harus masuk ranah hukum,” tambahnya.

“Pencegahan lebih baik daripada penindakan. Dengan pelayanan publik yang transparan dan profesional, kami yakin kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah akan terus meningkat,” tutup Dian.