• Thu, Feb 2025

Rupiah Menguat di Tengah Penurunan Indeks Dolar

Rupiah Menguat di Tengah Penurunan Indeks Dolar

Nilai tukar rupiah menguat 92 poin dan berada pada level Rp 16.142 per dolar AS setelah sempat menyentuh level terendah Rp 16.235 pada Jumat lalu. Sementara itu, indeks dolar AS melemah ke level 107,86.


SERANTAUMEDIA - Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada hari Senin, didukung oleh pelemahan indeks dolar AS.

Nilai tukar rupiah menguat 92 poin dan berada pada level Rp 16.142 per dolar AS setelah sempat menyentuh level terendah Rp 16.235 pada Jumat lalu. Sementara itu, indeks dolar AS melemah ke level 107,86.

Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur Laba Forexindo Berjangka, rupiah sempat menguat hingga 95 poin selama sesi perdagangan sebelum ditutup melemah tipis. 

"Untuk besok, rupiah diperkirakan berfluktuasi namun tetap menguat dalam kisaran Rp 16.100 hingga Rp 16.150," kata Ibrahim, Senin, 30 Desember 2024.

Ia mengaitkan aktivitas perdagangan yang moderat dengan musim liburan Tahun Baru dan kurangnya data ekonomi yang signifikan minggu ini. 

Rilis utama yang perlu diperhatikan termasuk survei pabrik PMI Tiongkok pada hari Selasa dan survei ISM AS untuk bulan Desember pada hari Jumat.

Inflasi indeks harga konsumen (CPI) Jepang pada bulan Desember melampaui ekspektasi karena meningkatnya tekanan harga. Perkembangan ini membuat kemungkinan kenaikan suku bunga jangka pendek oleh Bank Jepang (BoJ) tetap ada.

"Beberapa pembuat kebijakan BoJ melihat kondisi yang mendukung untuk kenaikan suku bunga, dan satu di antaranya memperkirakan tindakan akan dilakukan dalam waktu dekat," jelas Ibrahim, mengutip risalah rapat BoJ bulan Desember.

Di tempat lain, Korea Selatan menghadapi ketidakpastian politik karena Penjabat Presiden dan Perdana Menteri Han Duck-soo menghadapi pemungutan suara pemakzulan pada hari Jumat, menyusul sidang pengadilan konstitusi mengenai keadaan darurat militer jangka pendek yang dideklarasikan oleh Presiden Yoon Suk Yeol. 

"Hal ini telah memperdalam krisis politik, meningkatkan kekhawatiran di antara sekutu tentang demokrasi negara tersebut," tambah Ibrahim.

Bank Dunia juga telah merevisi perkiraan pertumbuhan ekonominya untuk Tiongkok pada tahun 2024 dan 2025, tetapi memperingatkan bahwa kepercayaan konsumen dan bisnis yang lemah, di samping tantangan di sektor properti, akan tetap menjadi rintangan yang signifikan tahun depan.

Di dalam negeri, pemerintah akan menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai Januari 2025, meskipun ada tentangan publik. Namun, Ibrahim melihat peningkatan tersebut sebagai langkah strategis untuk memperkuat ruang fiskal dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, meskipun hal itu disertai dengan tantangan.

"Kebijakan ini memastikan keadilan, karena barang-barang penting, perawatan kesehatan, pendidikan, dan layanan transportasi umum tetap dibebaskan dari PPN, sehingga meminimalkan beban pada kelompok berpenghasilan rendah dan menengah," katanya.

Data dari Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa setengah dari pengecualian PPN saat ini menguntungkan kelompok berpendapatan tinggi. Contohnya termasuk barang-barang mewah seperti daging premium seperti daging sapi Wagyu dan Kobe, serta layanan premium seperti sekolah internasional dan layanan kesehatan VIP.

Pemerintah memilih menaikkan PPN sebagai pengganti pajak penghasilan (PPh) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. PPN memiliki basis yang lebih luas dibandingkan dengan pajak penghasilan, yang terbatas pada wajib pajak tertentu. Alhasil, potensi penerimaan dari PPN menjadi jauh lebih tinggi.

Ibrahim meyakini kebijakan tersebut akan memperkuat penerimaan negara dalam APBN untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk pendanaan program pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat kurang mampu. "Pemerintah memperkirakan tambahan penerimaan pajak dari kenaikan PPN mencapai Rp 75,29 triliun," pungkasnya. *** (dmh)