SERANTAUMEDIA - Indonesia telah menunda tenggat perjanjian perdagangannya dengan Uni Eropa atau UE dengan target Jakarta menyelesaikan negosiasi tersebut dalam paruh pertama tahun 2025.
Kedua belah pihak telah merundingkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Indonesia-UE sejak 2016.
Mantan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ingin merampungkan pakta perdagangan tersebut tahun lalu, meskipun waktu telah menunjukkan bahwa mereka gagal mencapai kesepakatan pada tahun 2024.
Menjelang tahun baru, Indonesia telah memperbarui target CEPA Indonesia-UE, yang kini menargetkan untuk merampungkan perundingan paling lambat bulan Juni ini.
"Kita sudah menyelesaikan secara substansial 85 persen CEPA Indonesia-UE," kata Menteri Perdagangan Budi Santoso kepada wartawan di Jakarta, Senin, 6 Januari 2025.
Budi tidak menyebutkan apa yang menyebabkan penundaan tersebut, yang memaksa perjanjian tersebut menjalani 19 putaran pembicaraan dan masih terus berlanjut.
Bogor menjadi tuan rumah putaran perundingan terakhir yang akan secara signifikan mengurangi hambatan perdagangan pada pertengahan 2024.
Sebuah laporan dari pertemuan tersebut mengungkapkan bahwa kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan tentang pembatasan ekspor dan impor. Pembahasan mereka tentang persyaratan investasi juga masih belum meyakinkan.
Indonesia telah menetapkan target ekspor hampir $294,5 miliar untuk tahun 2025. Negara kepulauan itu juga menginginkan usaha mikro, kecil, dan menengahnya memberikan kontribusi $19,3 miliar terhadap keseluruhan angka ekspor tahun ini.
Pada tahun 2023, perdagangan Indonesia-UE mencapai $30,8 miliar dengan Jakarta mencatat surplus $2,6 miliar, menurut data pemerintah. Indonesia terutama mengekspor minyak sawit ke UE.
Meskipun menjadi konsumen minyak kelapa sawit Indonesia, blok Eropa telah bersikap kritis terhadap komoditas utama negara tersebut.
Bahkan telah meningkatkan hambatan perdagangan dengan meluncurkan kebijakan antideforestasi EUDR yang mewajibkan eksportir untuk membuktikan bahwa minyak kelapa sawit mereka tidak berasal dari lahan yang gundul. EUDR seharusnya mulai berlaku akhir bulan lalu.
Perusahaan kini memiliki waktu satu tahun untuk mematuhi aturan tersebut, sementara usaha mikro dan kecil memiliki waktu tambahan hingga akhir Juni 2026. Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengomentari EUDR.
"Eropa mengancam akan mengurangi impor minyak kelapa sawit, jadi kami sampaikan 'terima kasih'. Kami tidak akan menjual minyak kelapa sawit kami ke Eropa. Dan mereka panik karena itu akan mengganggu produksi cokelat, deterjen, dan kosmetik mereka, [yang semuanya] menggunakan minyak kelapa sawit," kata Prabowo di Jakarta minggu lalu. *** (dmh)