SERANTAUMEDIA - Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS merupakan hal yang positif. Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana.
Menurut Hikmahanto, Indonesia akan memiliki alternatif kerja sama internasional lain ditengah dominasi negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS).
Ia juga memaparkan bahwa sejauh ini AS menjadi salah satu pemain dominan di perekonomian internasional.
"Kalau kita masuk BRICS, idenya adalah Indonesia akan punya alternatif lain. Bahwa perekonomian dunia tidak hanya ditentukan oleh negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa," jelas Hikmahanto pada Selasa (7/1/2025).
Hikmahanto melanjutkan, bergabungnya status anggota penuh BRICS juga tidak bertentangan dengan kebijakan politik internasional Indonesia yang bebas aktif dan non blok.
Hal ini terlihat dari penggunaan mata uang dolar AS dalam hampir seluruh transaksi perdagangan dunia. Dominasi tersebut membuat dunia pun harus menyesuaikan dengan perekonomian atau mengikuti peraturan yang dirancang oleh AS.
Sebagai informasi, Indonesia juga tengah mengurus aksesi untuk masuk ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang kebanyakan berisi negara-negara Barat seperti AS, Kanada, Belgia, dan lainnya.
Namun, dikatakan Hikmahanto, Pemerintah Indonesia juga perlu mencermati beberapa risiko yang mungkin akan muncul dari status anggota penuh BRICS ini.
Indonesia perlu memantau dampak bergabungnya Indonesia ke BRICS saat Presiden terpilih AS Donald Trump mulai menjabat pada 20 Januari 2025 mendatang.
"Pemerintah harus mengkaji kalau fasilitas-fasilitas itu dicabut itu konsekuensinya bagaimana, misalnya kepada industri Indonesia yang biasanya kita mengekspor ke AS," katanya.
Hikmahanto menuturkan, Trump telah mengeluarkan ancaman sanksi kepada negara-negara BRICS jika kelompok tersebut melanjutkan langkah dedolarisasinya.
“Salah satu potensi sanksi yang dapat diberikan umumnya seperti pengenaan tarif atau pencabutan fasilitas-fasilitas yang umumnya diberikan kepada negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas Hikmahanto lagi.
Selain itu, Indonesia juga harus mencermati perannya di BRICS di tengah persaingan AS dan China. Menurutnya, Pemerintah Indonesia harus dapat memposisikan diri dengan baik di tengah persaingan kedua negara tersebut.
"Jangan sampai di tengah persaingan itu, seolah-olah kita ada di belakang China yang berhadapan dengan AS. Kita boleh ikut (organisasi kerja sama internasional) mana saja, tetapi yang harus dijadikan tolok ukur adalah kepentingan nasional kita," kata Hikmahanto.
Secara terpisah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dalam keterangan resminya menyebut, Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS.
Hal ini termasuk mendorong ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat. *** (dmh)