SERANTAUMEDIA - Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar $2,24 miliar pada Desember 2024, meskipun surplus tersebut menurun sebesar 48,7 persen dari bulan sebelumnya dan terkontraksi sebesar 31,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, menurut Badan Pusat Statistik (BPS).
Ekspor pada Desember 2024 mencapai US$23,46 miliar, turun 2,24 persen dari November 2024. Namun, ekspor tumbuh 4,78 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Sementara itu, impor Indonesia pada Desember 2024 mencapai US$21,22 miliar, naik 8,1 persen dari November 2024 dan naik 11,07 persen dari Desember 2023.
“Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam jumpa pers secara hybrid, Rabu.
Neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus sebesar US$4 miliar pada Desember 2024. Surplus tersebut ditopang oleh komoditas utama nonmigas, dengan bahan bakar mineral, minyak hewani dan nabati, serta besi dan baja sebagai penyumbang utama.
Namun, neraca perdagangan minyak dan gas mencatat defisit sebesar $1,76 miliar, dengan minyak mentah dan produk minyak olahan menjadi kontributor utama defisit tersebut.
Tiga negara penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia adalah Amerika Serikat (US$1,75 miliar), India (US$1,02 miliar), dan Filipina (US$640 juta). Sementara itu, negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan india adalah Tiongkok (US$1,4 miliar), Australia (US$494 juta), dan Brasil (US$329,6 juta).
Neraca Perdagangan Terus Surplus Selama Lima Tahun Berturut-turut
Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar $31,04 miliar pada tahun 2024, turun $5,84 miliar dibandingkan tahun 2023, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus sebesar $51,44 miliar, sedangkan sektor migas mencatat defisit sebesar $20,4 miliar, sedikit membaik $490 juta dari tahun sebelumnya.
Ekspor pada tahun 2024 mencapai $264,7 miliar, menandai peningkatan 2,29 persen dari tahun 2023, sementara impor berjumlah $233,66 miliar, naik 5,31 persen.
“Dengan mencatatkan surplus pada 2024, maka neraca perdagangan kini telah mengalami surplus berturut-turut selama lima tahun terakhir,” kata Amalia.
Meskipun terjadi penurunan surplus dari bahan bakar mineral, yang turun sebesar $4,02 miliar akibat penurunan harga batu bara sebesar 21,2 persen, volume ekspor meningkat sebesar 7,8 persen.
Demikian pula, sektor besi dan baja mengalami peningkatan volume sebesar 18,23 persen, meskipun harga turun sebesar 9,27 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, surplus minyak hewani dan nabati dipengaruhi oleh penurunan volume ekspor sebesar 12,72 persen, meskipun harga minyak sawit naik sebesar 8,68 persen.
Di sisi positif, ekspor komoditas Indonesia seperti kopi, teh, rempah-rempah, nikel, tembaga, dan kakao mengalami peningkatan yang signifikan, yang berkontribusi terhadap surplus secara keseluruhan. Surplus untuk produk-produk ini tumbuh lebih dari $1 miliar masing-masing. *** (dmh)