• Thu, Jul 2025

Mantan Petinggi Antam Didakwa Terkait Korupsi Pemurnian Emas Senilai Rp200 Miliar

Mantan Petinggi Antam Didakwa Terkait Korupsi Pemurnian Emas Senilai Rp200 Miliar

Enam mantan petinggi perusahaan tambang milik negara Antam (IDX: ANTM) telah didakwa melakukan korupsi, yang diduga merugikan negara sebesar Rp3,31 triliun ($203,19 juta).


SERANTAUMEDIA - Enam mantan petinggi perusahaan tambang milik negara Antam (IDX: ANTM) telah didakwa melakukan korupsi, yang diduga merugikan negara sebesar Rp3,31 triliun ($203,19 juta). 

Dakwaan tersebut terkait dengan salah urus dan kegiatan penipuan yang melibatkan 109 ton emas dari Antam antara tahun 2010 dan 2022.

Dalam persidangan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Senin, jaksa Syamsul Bahri Siregar mengungkapkan bahwa para terdakwa terlibat dalam kegiatan ilegal yang menghasilkan keuntungan finansial untuk diri sendiri atau pihak lain, yang pada akhirnya merugikan perekonomian negara.

Para terdakwa tersebut adalah mantan Wakil Presiden Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam, yaitu Tutik Kustiningsih (2008–2011), Herman (2011–2013), Dody Martimbang (2013–2017), dan Abdul Hadi Aviciena (2017–2019). Selain itu, ada pula mantan General Manager, Muhammad Abi Anwar (2019–2020) dan Iwan Dahlan (2021–2022).

Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa para terdakwa dituduh bersekongkol dengan tujuh orang swasta yang bertindak sebagai klien untuk layanan pemurnian dan peleburan emas. 

Para terdakwa swasta tersebut antara lain Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.

Menurut dakwaan, skandal tersebut bermula ketika para petinggi Antam, dari tahun 2010 hingga 2022, menjalin kerja sama dengan pihak ketiga—termasuk perorangan, toko emas, dan perusahaan—yang tidak termasuk dalam kontrak resmi Antam. 

Kerja sama ini meliputi pemurnian dan peleburan emas, tetapi bukan bagian dari operasi bisnis inti perusahaan.

Jaksa menyatakan bahwa kemitraan ini dilakukan tanpa analisis bisnis atau hukum yang tepat, penilaian risiko, atau persetujuan dari Dewan Direksi Antam. 

Lebih jauh, uji tuntas dan protokol Know Your Customer (KYC) tidak diikuti, sehingga tidak mungkin untuk menentukan asal atau legalitas emas yang dimurnikan. 

Kurangnya pengawasan ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi hubungan dengan penambangan ilegal, pelanggaran hak asasi manusia, pencucian uang, atau bahkan pendanaan terorisme.

Para eksekutif yang dituduh memfasilitasi transaksi ini diduga telah melewati prosedur standar, hanya mengharuskan klien untuk menunjukkan identitas dasar dan bukti afiliasi dengan layanan penyulingan Antam. 

Akibatnya, asal usul emas tersebut masih belum jelas, yang berpotensi melanggar standar hukum dan etika.

Dampak keuangan dari skandal ini sangat signifikan, dengan kerugian negara mencapai Rp3,31 triliun. 

Pelaku usaha swasta yang terlibat dalam kasus ini diketahui telah memperoleh keuntungan secara ilegal, dengan Lindawati Efendi memperoleh Rp616,94 miliar, Suryadi Lukmantara memperoleh Rp444,93 miliar, dan Suryadi Jonathan memperoleh Rp343,41 miliar, di antara keuntungan ilegal lainnya. *** (dmh)