SERANTAUMEDIA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melaporkan penerimaan bea dan cukai pada 2024 mencapai Rp 300,2 triliun, tumbuh 4,9 persen secara tahunan dan mencapai 93,5 persen dari target APBN.
Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk nilai impor yang lebih tinggi dan penguatan dolar AS yang mendorong peningkatan bea masuk; pelonggaran kebijakan ekspor mineral mentah dan kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO); dan tarif cukai yang lebih tinggi pada tembakau dan minuman beralkohol.
“Tahun lalu merupakan tahun krusial bagi Bea Cukai dalam menjalankan peran strategisnya sebagai pemungut pajak. Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, Bea Cukai tetap berkomitmen untuk mengoptimalkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan nasional,” kata Budi Prasetiyo, Kepala Subdirektorat Humas Bea dan Cukai, dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Pendapatan bea cukai dari bea masuk mencapai Rp 53,0 triliun, tumbuh 4,1 persen secara tahunan. Setelah sedikit menurun pada kuartal pertama akibat penurunan nilai impor global, pertumbuhan meningkat pada kuartal kedua, didorong oleh impor pangan yang lebih tinggi dan depresiasi rupiah. Peningkatan yang konsisten pada impor bahan baku dan barang industri menopang pertumbuhan pada kuartal ketiga dan keempat.
Bea keluar mencatat pendapatan sebesar Rp 20,9 triliun, naik signifikan sebesar 53,6 persen secara tahunan.
Pertumbuhan didorong oleh kebijakan ekspor mineral mentah yang longgar dan kenaikan harga CPO, yang mencapai puncaknya pada kuartal keempat. Kinerja ini membantu mengimbangi pertumbuhan yang lebih lambat yang terlihat pada kuartal pertama karena harga CPO dan volume ekspor yang lebih rendah.
Penerimaan cukai mencapai Rp226,4 triliun, tumbuh 2 persen secara tahunan. Dari jumlah tersebut, Rp216,9 triliun berasal dari hasil tembakau, Rp9,2 triliun dari minuman beralkohol, dan Rp141,1 miliar dari etil alkohol.
Penerimaan cukai kembali meningkat setelah sempat merosot pada kuartal pertama akibat berkurangnya produksi tembakau pada akhir 2023. Pertumbuhan pada kuartal-kuartal berikutnya didukung oleh kenaikan moderat pada tarif cukai efektif tembakau.
DJBC mengaitkan kinerja positif ini dengan empat strategi utama yang ditujukan untuk mengoptimalkan pengumpulan penerimaan.
Strategi tersebut meliputi kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui penetapan target bersama, integrasi data, dan penugasan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Bea Cukai juga menerapkan praktik audit tingkat lanjut menggunakan analisis data dan e-audit sekaligus memperkuat unit analisis untuk meningkatkan pengawasan. Upaya ini merupakan bagian dari langkah ekstra untuk memaksimalkan pendapatan negara.
Selain itu, DJBC memperluas sistem digitalnya dengan meningkatkan aplikasi Ceisa untuk proses pengadilan dan mengembangkan basis data terpadu untuk menangani sengketa.
Kemajuan teknologi ini bertujuan untuk mengefisienkan operasi dan meningkatkan efisiensi. *** (dmh)