JAKARTA | SERANTAUMEDIA - Provinsi Riau, dengan luas kawasan hutan mencapai 5,4 juta hektar, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaannya, terutama dari segi pendanaan.
Menyikapi hal ini, Gubernur Riau (Gubri), Abdul Wahid melakukan pertemuan langsung dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk memperjuangkan dukungan finansial. Pertemuan digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Kedatangan Gubri beserta rombongan, termasuk Ketua DPRD Riau, disambut langsung oleh Menteri Kehutanan dan jajarannya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur menyampaikan sejumlah persoalan krusial, termasuk ketimpangan antara luas kawasan hutan yang harus dikelola dan keterbatasan anggaran APBD.
Gubri Abdul Wahid menegaskan bahwa pengelolaan hutan di Riau membutuhkan dukungan pendanaan eksternal, mengingat kompleksitas masalah seperti perambahan hutan, kebakaran lahan, dan deforestasi.
"Kawasan hutan Riau sangat luas, banyak masalah-masalah, seperti kebun dalam kawasan, kebakaran dan lainnya. Di samping itu, kemampuan pendanaan dalam pengelolaannya juga terbatas sekali," kata Gubri Abdul Wahid.
Gubri Abdul Wahid melanjutkan, dukungan yang diharapkan Provinsi Riau salah satunya terkait dengan potensi peluang pendanaan yang bersumber dari kerjasama bilateral dan multilateral.
Gubri meyakini, pemerintah melalui Kamenterian Kehutanan dapat menjadi penghubung antara negara-negara donor dengan pengelola landscape seperti Provinsi Riau.
“Kami ingin mendapatkan peluang-peluang pendanaan melalui Kementerian Kehutanan. Misalnya melalui kerjasama bilateral maupun multilateral. Tentunya Kementerian Kehutanan dapat menjembatani kami pengelola landscape dengan pihak donor, negara donor” jelasnya lagi.
Pemprov Riau sejauh ini telah mempersiapkan beberapa langkah untuk dapat mengakses peluang-peluang pendanaan pengelolaan kawasan hutan.
Dalam tahap persiapan (readiness) Provinsi Riau telah menyiapkan kerangka pengaman (safeguard) REDD+, serta Rencana Aksi Daerah (RAD) REDD+.
Gubri menjelaskan, kinerja-kinerja pengelolaan kawasan hutan yang telah dilaksanakan, idealnya harus dapat diukur, dibayar dan dikembalikan kepada landscape-nya dalam bentuk pendanaan program-program berkelanjutan.
"Base line sangat diperlukan. Base line tersebut tentunya menjadi muatan utama arsitektur REDD+ yang memiliki standarisasi global," tuturnya.
Untuk diketahui, Program REDD+ di Riau adalah program yang mendukung upaya pengurangan emisi karbon dengan cara mengurangi kerusakan hutan dan lahan gambut.
REDD+ merupakan singkatan dari "Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation". "+" menandakan peran konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan.