PEKANBARU | SERANTAUMEDIA - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau berhasil mengungkap kasus pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Dalam operasi yang digelar pada Rabu (26/2/2025) dini hari, polisi menangkap empat tersangka dan menyita emas ilegal, uang tunai ratusan juta rupiah, serta peralatan pengolahan emas.
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, mengungkapkan bahwa pengungkapan ini berawal dari informasi yang beredar di media sosial tentang aktivitas penampungan emas ilegal di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Simpang Tiga, Kota Teluk Kuantan.
"Tim penyidik Subdit IV Ditreskrimsus langsung melakukan penyelidikan dan menangkap tujuh orang di lokasi. Setelah gelar perkara, empat orang ditetapkan sebagai tersangka," ujar Kombes Ade dalam konferensi pers, Kamis (27/2/2025).
Empat tersangka yang ditetapkan memiliki peran berbeda dalam operasional tambang ilegal ini. Syamsul Bahri alias Ca’un berperan sebagai pemilik usaha pembakaran emas, sementara Alfino Dinata alias Fino bertugas sebagai kasir.
Dua tersangka lainnya, Nanang Ashari dan Zainal Mustakim, berperan sebagai pendulang emas. Selain mereka, tiga orang lainnya yang sempat diamankan akhirnya hanya berstatus saksi setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Ada juga tiga orang yang sebelumnya kita amankan, namun dari hasil gelar perkara ketiganya ditetapkan berstatus sebagai saksi," jelas Kombes Ade.
Dalam penggerebekan yang dilakukan di dua rumah berbeda, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk emas pentolan seberat 254,48 gram.
Selain itu, ditemukan uang tunai sebesar Rp 212.522.000 dan berbagai peralatan pembakaran emas, seperti tabung oksigen, timbangan digital, regulator gas, tembikar, serta buku catatan transaksi.
Kombes Ade menegaskan bahwa tindakan tegas akan terus dilakukan untuk memberantas PETI yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan perekonomian negara.
"Kami akan terus menindak tegas aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara," tegasnya.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.