• Wed, Feb 2025

Dari Dodol hingga Lampion: Pengusaha UMKM Bersiap untuk Menyambut Tahun Baru Imlek

Dari Dodol hingga Lampion: Pengusaha UMKM Bersiap untuk Menyambut Tahun Baru Imlek

Menjelang Tahun Baru Imlek pada 29 Januari, usaha kecil di seluruh Indonesia menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan barang dan makanan tradisional yang meningkat terkait liburan Imlek.


SERANTAUMEDIA - Menjelang Tahun Baru Imlek pada 29 Januari, usaha kecil di seluruh Indonesia menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan barang dan makanan tradisional yang meningkat terkait liburan Imlek.

Dari jalanan Medan yang ramai, Sumatera Utara hingga toko-toko makanan di Bandar Lampung dan Karawang di Jawa Barat, semangat Imlek tampak jelas saat para produsen mempersiapkan salah satu perayaan terpenting dalam kalender Tionghoa tersebut.

Di Karawang, Jawa Barat, permintaan terhadap dodol, penganan manis tradisional yang lengket kian meningkat. 

Yeli, salah seorang produsen lama penganan ini, menjelaskan bahwa produksinya meningkat dua kali lipat menjelang Tahun Baru Imlek.

"Kami sudah memproduksi hingga 125 kilogram per hari sejak 5 Januari, dan permintaan masih terus meningkat," kata Yeli, yang berdiri di tokonya yang ramai di Tanjung Pura, Karawang. Ia menambahkan bahwa pelanggan tidak hanya datang dari Karawang, tetapi juga dari kota-kota terdekat seperti Jakarta, Cikarang, dan juga Bogor.

Dodol merupakan bagian penting dari perayaan Tahun Baru Imlek, yang melambangkan rasa manis dan kemakmuran untuk tahun mendatang. 

Resep dodol buatan Yeli yang diwariskan turun-temurun menggunakan bahan-bahan seperti beras ketan, gula aren, dan santan segar. 

Meskipun harga bahan-bahannya naik, komitmen Yeli untuk menjaga keaslian camilan ini jelas. 

“Metode persiapan tradisional yang memakan waktu hingga 16 jam memastikan bahwa setiap adonan dodol mempertahankan tekstur dan rasa khasnya.” kata Yeli.

Namun, bukan hanya rasa klasik dodol saja yang menarik perhatian masyarakat. Yeli telah mendiversifikasi penawarannya dengan variasi seperti pandan, cokelat, dan durian, yang semakin populer di kalangan pelanggan yang mencari sentuhan modern pada jajanan tradisional tersebut. 

Ia percaya bahwa inovasi adalah kunci, tetapi penting untuk tetap setia pada asal muasal hidangan tersebut. 

"Kami selalu mencoba rasa baru, tetapi esensi dodol tetap tidak berubah," katanya.

Meningkatnya permintaan akan jajanan Tahun Baru Imlek tidak hanya terjadi di Karawang.

Di Medan, Sumatera Utara, toko-toko di kota itu dipenuhi pembeli yang mencari dekorasi dan perlengkapan tradisional. Di Acai Jaya, toko populer di Medan, pemiliknya, Acai, menyaksikan lonjakan pelanggan yang stabil selama minggu-minggu menjelang hari raya.

"Penjualan meningkat 30 persen dibanding hari-hari biasa," kata Acai. 

Toko ini terkenal dengan berbagai macam dekorasi Tahun Baru Imlek, mulai dari angpao hingga lampion dan guntingan kertas. Pelanggan datang dari seluruh Sumatera untuk membeli berbagai keperluan, terutama untuk rumah dan pura setempat.

Lampion, simbol penyambutan tahun baru, merupakan salah satu barang yang paling dicari di Acai Jaya. Harganya bervariasi, dengan lampion berukuran besar dapat mencapai tiga juta rupiah, tergantung ukuran dan desainnya.

"Setiap tahun, orang-orang mengganti lentera lama mereka karena lentera itu melambangkan awal yang baru dan peluang baru," jelas Acai. Karena permintaan meningkat, ia membuat persiapan untuk menambah stok, memastikan bahwa pelanggan tidak pulang dengan tangan kosong.

Kemeriahan hari raya juga terlihat di Bandar Lampung, tempat produksi kue tutun melonjak. Kue tutun, yang merupakan makanan pokok selama Tahun Baru Imlek, melambangkan keutuhan keluarga dan keberuntungan. Hasan Kurniawan, yang telah membuat kue tutun sejak 1978, melaporkan bahwa produksinya terus berlanjut sejak pertengahan Januari.

“Kami menjual hingga 1.000 kue setiap hari, dan setiap hari semakin laku,” kata Hasan. 

Kue yang terbuat dari beras ketan ini dikukus selama berjam-jam hingga mencapai tekstur yang sempurna—lengket, manis, dan padat.

Popularitas kue tutun meroket selama musim liburan, dan permintaannya melampaui pasar lokal, dengan para pengecer dari kota-kota lain yang memesan dalam jumlah besar. 

Namun, seperti banyak produsen lainnya, Hasan harus berjuang menghadapi kenaikan biaya.

"Harga gula naik, jadi kami harus sedikit menyesuaikan harga," jelasnya. Meski biaya naik, Hasan tetap fokus menjaga kualitas kue-kuenya yang sudah menjadi tradisi masyarakat Tionghoa setempat.

Pada minggu-minggu menjelang Tahun Baru Imlek, toko Hasan penuh dengan aktivitas. 

Para pekerja sibuk mencampur, mengukus, dan mengemas kue untuk didistribusikan. Setiap langkah dalam proses ini dikerjakan dengan tangan untuk memastikan bahwa setiap kue memenuhi standar tinggi yang telah dijunjung tinggi oleh bisnis keluarganya selama puluhan tahun. 

“Kami hanya membuat kue tutun untuk Tahun Baru Imlek, karena pada saat itulah permintaan sedang tinggi,” kata Hasan.

Meskipun banyak bisnis di Indonesia mengalami lonjakan permintaan musiman untuk barang-barang yang terkait dengan Tahun Baru Imlek, hari raya ini lebih dari sekadar peluang komersial. 

Bagi masyarakat Tionghoa, ini adalah waktu untuk berkumpul kembali dengan keluarga, menghormati leluhur, dan merayakan awal yang baru.

Saat negara bersiap menyambut Tahun Naga Kayu, keluarga dan bisnis sama-sama merenungkan pentingnya hari libur tersebut dan harapan yang dibawanya untuk kemakmuran, kesehatan, dan kebahagiaan. *** (dmh)