Batam – Serantaumedia Pemerintah melalui BP Batam memastikan seluruh selisih biaya pembangunan rumah warga relokasi Tanjung Banon akan dikembalikan sepenuhnya. Kebijakan ini diumumkan Kepala BP Batam Amsakar Achmad dalam rangkaian Bakti Sosial HUT ke-54 BP Batam di Tanjung Banon, Sabtu, 25 Oktober 2025.
“Kalau ada selisih biaya, semuanya dikembalikan. Tidak ada lagi angka yang menggantung,” kata Amsakar, menegaskan bahwa tambahan biaya sekitar Rp130 juta yang sempat membebani warga kini resmi dihapus. Ia menyebut kebijakan ini bukan sekadar janji, tapi wujud keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang direlokasi untuk pengembangan kawasan baru.
Selama ini, warga menghadapi perbedaan antara nilai ganti rugi dengan biaya pembangunan hunian di lokasi baru. Mulai hari ini, kata Amsakar, seluruh tambahan biaya tersebut tidak lagi dibebankan kepada warga. “Masyarakat benar-benar gratis, sebagaimana komitmen kita.”
Kebijakan itu disebut menjadi langkah penting memulihkan kepercayaan publik terhadap proyek pengembangan Rempang Eco-City dan Tanjung Banon. BP Batam juga memperluas pembangunan rumah layak huni dari 500 menjadi 1.000 unit, yang disesuaikan dengan aspirasi warga.
Selain keringanan biaya, BP Batam menghadirkan layanan kesehatan gratis dengan tujuh dokter spesialis serta kegiatan sosial lain seperti bazar UMKM, khitanan massal, dan pembagian 1.500 paket sembako serta 3.000 kacamata baca.
Acara itu turut dihadiri Kapolda Kepri Irjen Asep Syafruddin, Kapolresta Barelang Kombes Zaenal Arifin, jajaran Forkopimda Kepri dan Batam, serta sejumlah pejabat instansi vertikal. Menteri Transmigrasi RI, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, yang ikut hadir, mengapresiasi pendekatan humanis BP Batam.
“Tidak boleh ada warga yang dirugikan. Pemindahan penduduk harus memuliakan masyarakat,” ujar Iftitah. Ia menilai kebijakan BP Batam sejalan dengan pembangunan berkeadilan dan penguatan kawasan yang layak huni.
Amsakar menyebut momentum hari jadi BP Batam menjadi pengingat agar lembaganya semakin hadir bagi masyarakat. “Ini bukan seremoni. Kami ingin masyarakat yakin bahwa pemerintah ada untuk melindungi mereka.”