BATAM | SERANTAUMEDIA - Kontroversi panjang seputar penamaan Flyover Laksamana Ladi akhirnya mencapai titik akhir. BP Batam secara resmi mengganti nama flyover tersebut menjadi Flyover Sungai Ladi. Keputusan ini diumumkan oleh Kepala Bagian Humas BP Batam, Sazani, pada Kamis (2/1/2024) malam.
“Selamat malam bapak/ibu rekan media. Menginformasikan perubahan nama Flyover Laksamana Ladi menjadi Flyover Sungai Ladi,” ujar Sazani melalui grup media BP Batam.
Langkah ini diambil setelah nama 'Laksamana Ladi' menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri Kota Batam, yang mempertanyakan keabsahan sejarah di balik nama tersebut.
Ketua LAM Kepri Kota Batam, Raja M Amin, menjadi salah satu suara paling vokal dalam mengkritisi penamaan ini. Ia menilai nama tersebut janggal dan tidak memiliki landasan historis yang jelas.
“Kami meminta BP Batam untuk mengundang LAM dan para sejarawan guna memberikan penjelasan tentang siapa sebenarnya Laksamana Ladi. Jika penjelasan tidak memuaskan dan tidak berdasar, LAM meminta agar nama tersebut ditinjau kembali,” ujar Raja M Amin, Selasa (31/12/2024).
LAM menegaskan bahwa nama 'Laksamana Ladi' tidak ditemukan dalam literatur sejarah yang mereka teliti. Oleh karena itu, mereka mendesak adanya kolaborasi antara BP Batam, LAM, dan sejarawan agar penamaan ikon kota memiliki relevansi budaya dan historis yang autentik.
Perubahan nama menjadi Flyover Sungai Ladi mendapatkan sambutan positif dari masyarakat setempat. Nama ini dianggap lebih relevan karena mencerminkan identitas lokal tanpa memicu kontroversi sejarah.
“Saya rasa ini keputusan yang tepat. Sungai Ladi sudah dikenal masyarakat Batam dan lebih memiliki keterikatan dengan sejarah lokal,” kata Dedi, warga Batam, yang sering melintasi flyover tersebut.
Keputusan ini diharapkan menjadi pelajaran bagi BP Batam untuk lebih memperhatikan masukan dari masyarakat dan lembaga adat dalam proses penamaan infrastruktur atau ikon kota di masa mendatang.
Penggantian nama Flyover Sungai Ladi menjadi bukti pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan komunitas adat untuk menjaga warisan budaya lokal. Dengan nama yang lebih mencerminkan identitas dan sejarah Batam, diharapkan ke depan tidak lagi muncul polemik serupa yang dapat mengganggu harmoni sosial.
“Nama adalah identitas. Jika kita tidak hati-hati dalam memilih nama, bisa jadi generasi mendatang kehilangan jejak sejarah mereka sendiri,” tutup Raja M Amin.