JAKARTA | SERANTAUMEDIA - Pemerintah telah mengumumkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Meski demikian, masyarakat tak perlu khawatir akan dampaknya pada transaksi pembayaran digital seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-Money. Pemerintah memastikan layanan ini tidak akan dikenakan PPN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, penggunaan QRIS tidak akan dikenai pajak tambahan. Hal ini ditegaskannya dalam acara Peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).
"Payment system, hari ini ramai QRIS, itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN," ujar Airlangga dilansir detik.com.
Ia juga memastikan, transaksi menggunakan kartu debit, e-money, dan transaksi tol tidak akan terdampak kebijakan kenaikan PPN.
"Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, transaksi e-Money di tol juga tidak ada PPN," tambahnya.
Airlangga menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan berbagai stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan PPN.
Beberapa langkah yang diambil antara lain, diskon tarif listrik 50% untuk periode Januari-Februari 2025, bebas PPN untuk pembelian rumah hingga Rp2 miliar, insentif kendaraan listrik seperti PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk motor listrik dan tambahan potongan PPnBM DTP sebesar 3% untuk mobil listrik.
"Nah itu membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat," jelas Airlangga.
Airlangga juga optimistis kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap inflasi. Pemerintah juga membebaskan sektor transportasi dan bahan pokok penting dari PPN, sehingga kontribusi inflasi dari sektor ini bisa diminimalkan.
"Beberapa bahan pokok, seperti tepung terigu, minyak, dan gula industri, tetap di angka 11% dan tidak naik," terangnya.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan turut memberikan klarifikasi terkait dampak kenaikan PPN terhadap layanan jasa pembayaran elektronik.
DJP menegaskan, transaksi melalui QRIS termasuk dalam kategori Jasa Sistem Pembayaran, sehingga bukan objek pajak baru.
"Atas penyerahan jasa sistem pembayaran itu, para merchant memang akan terutang PPN. Namun, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022," tulis DJP dalam keterangannya.
PPN dikenakan atas Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut penyelenggara jasa dari pemilik merchant, bukan pada konsumen. Dengan demikian, pembelian menggunakan QRIS atau metode pembayaran lainnya tidak akan berbeda totalnya.
Sebagai contoh, jika seseorang membeli TV seharga Rp5 juta, total PPN sebesar Rp550 ribu akan ditambahkan, sehingga konsumen tetap membayar Rp5.550.000 baik menggunakan QRIS maupun metode pembayaran lainnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara melalui kenaikan PPN dan perlindungan daya beli masyarakat.
Konsumen dapat tetap nyaman bertransaksi menggunakan layanan pembayaran digital tanpa khawatir terkena pajak tambahan.