PEKANBARU, SERANTAUMEDIA - Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan pada level 6 persen guna menjaga inflasi dalam kisaran target 2,5 persen pada 2024 dan 2025, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.
"Kebijakan moneter difokuskan pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah, terutama di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global terkait arah kebijakan AS dan meningkatnya ketegangan geopolitik di berbagai kawasan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat menjadi 3,1 persen pada 2025, turun dari 3,2 persen pada 2024. Bank sentral menyatakan bahwa volatilitas pasar keuangan global, bersama dengan risiko pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, terus menimbulkan tantangan.
Perry menunjuk pada kebijakan perdagangan AS, termasuk kenaikan tarif impor dan komoditas, yang meningkatkan risiko perdagangan global yang terfragmentasi.
Inflasi di seluruh dunia juga meningkat melampaui ekspektasi sebelumnya, didorong oleh gangguan rantai pasokan. Sementara itu, suku bunga Federal Reserve AS diperkirakan akan tumbuh lebih lambat karena inflasi yang terus-menerus, dan kebijakan fiskal AS tetap ekspansif.
Faktor-faktor ini membuat imbal hasil Treasury AS tetap tinggi, menambah tekanan pada mata uang global, dan mengekang arus masuk modal asing ke pasar negara berkembang.
"Lingkungan ekonomi global, bersama dengan ketidakpastian yang sedang berlangsung di pasar keuangan, memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Perry.
Melihat prospek ekonomi Indonesia sendiri, BI memproyeksikan pertumbuhan pada tahun 2025 berkisar antara 4,8 persen dan 5,6 persen.
Bank sentral berencana untuk terus mendukung pertumbuhan dari sisi permintaan dan penawaran ekonomi, menyelaraskan kebijakannya dengan upaya stimulus fiskal pemerintah. ***