JAKARTA | SERANTAUMEDIA - Pencucian uang menjadi salah satu modus utama pelaku tindak pidana korupsi untuk menyembunyikan aset agar sulit dilacak oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Modus ini kini semakin berkembang dan merambah sektor teknologi finansial (financial technology/fintech).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengungkapkan hal tersebut dalam pembukaan Workshop 'Pemanfaatan Financial Technology dalam Pemberantasan Korupsi dan TPPU: Peluang, Tantangan, dan Masa Depan Keuangan Transparan' di Auditorium Randy Yusuf, Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
“Sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF), KPK berkomitmen untuk menggali potensi dan meningkatkan kapasitas pemahaman terkait modus kejahatan keuangan melalui fintech guna mengusut aset hasil tindak pidana korupsi,” ujar Alex dilansir dari laman kpk.go.id.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan ada 578 juta rekening bank, 144 juta e-wallet (dompet digital), dan ribuan transaksi aset kripto di Indonesia.
Data ini, menurut Alex, menambah tantangan bagi APH dalam mengidentifikasi kejanggalan transaksi keuangan.
“Fintech sangat membantu pemberantasan korupsi, tetapi kompleksitasnya juga besar. APH perlu mencermati itikad baik pemilik rekening dan mengidentifikasi pola transaksi yang mencurigakan dalam pemindahan uang digital,” tambahnya.
Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Mardjono, menyoroti semakin canggihnya modus pelaku tindak pidana korupsi dalam memanfaatkan transaksi digital lintas negara.
“Sebagai anggota FATF, Indonesia wajib mematuhi standar internasional untuk memperkuat sistem keuangan nasional. Ini penting guna meningkatkan kepercayaan investor dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Eko.
Hal senada disampaikan Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, yang menyoroti kecepatan transaksi di pasar modal dan kripto sebagai tantangan besar bagi penyidik.
“Pengusutan aset menjadi tantangan besar, terutama ketika aset sudah berbentuk digital dan melibatkan transaksi lintas negara. Kecepatan transaksi dan panjangnya aliran dana membuat pengungkapan semakin kompleks,” ungkap Danang.
Laporan Risiko Sektoral PPATK tahun 2023 menunjukkan tindak pidana korupsi dan penipuan menjadi dua jenis kejahatan dengan risiko tinggi terjadinya pencucian uang berdasarkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).