SERANTAUMEDIA.ID - Volkswagen pada hari Rabu (27 November) mengatakan bahwa pihaknya akan menutup pabriknya yang ada di wilayah Xinjiang, China setelah perusahaan dan mitranya di China sepakat untuk menjual aset tersebut kepada pembeli milik pemerintah Shanghai.
Sebagai informasi, produsen mobil Jerman itu memiliki pabrik perakitan usaha patungan di Urumqi, ibu kota Xinjiang.
Selain itu, perusahaan ini juga memiliki dua jalur pengujian di wilayah tersebut, sehingga mempertahankan kehadirannya yang terbesar dan paling terlihat di Xinjiang dibandingkan perusahaan multinasional mana pun.
Volkswagen dan SAID sekarang akan menjual pabrik tersebut kepada Shanghai Motor Vehicle Inspection Certification (SMVIC), anak perusahaan milik negara Shanghai Lingang Development Group, kata sumber tersebut.
Kehadiran perusahaan di negara tersebut telah menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia yang menuduh adanya pelanggaran, termasuk kerja paksa massal di kamp-kamp penahanan di wilayah tersebut.
Namun, Beijing membantah klaim tersebut. Pemerintah Cina juga telah menekan perusahaan global agar tetap menjalankan bisnis di Xinjiang.
Sebelumnya pada bulan September, Kementerian Perdagangan mulai menyelidiki apakah PVH, induk perusahaan merek pakaian Calvin Klein dan Tommy Hilfiger, telah mengambil "tindakan diskriminatif" karena tidak membeli produk dari Xinjiang.
Khususnya, bagi Volkswagen, satu-satunya masalah bukan hanya tanggung jawab politik tetapi juga karena perusahaan itu merugi karena dirancang untuk membuat mobil bertenaga bensin. Namun, Tiongkok kini telah mengadopsi kendaraan listrik dengan cepat dalam empat tahun terakhir.
Selain itu, setengah dari mobil yang terjual di China sekarang merupakan mobil bertenaga baterai atau mobil hibrida plug-in. ***