BATAM, SERANTAU MEDIA - Badan Pengusahaan atau BP Batam diminta transparan dalam mengkaji rancangan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Dalam perubahan aturan itu, luas kawasan BP Batam di Kepulauan Riau akan ditambah dari saat ini terdiri dari delapan pulau.
Dalam siaran pers pada akhir Agustus lalu, BP Batam menyebutkan perluasan menjadi 14 pulau. Tapi, dokumen draf perubahan PP itu mencantumkan 29 pulau.
Saat itu pula Kepala Biro Umum BP Batam, Mohammad Taopan, tak bisa memberikan penjelasan atas perbedaan tersebut. Dia hanya mengatakan masih proses dalam kajian aturan, belum sampai penentuan wilayah dan karakter penentuan pulaunya.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, mendesak BP Batam transparan dalam proses perluasan kewenangan ini. Bukanya hanya untuk nama-nama pulaunya, tetapi juga kajian yang sedang dilakukan. "Kalau kajian tidak bermasalah kenapa harus ditutup-tutupi," kata Susan seperti dikutip dari Tempo,.Jumat (5/9/2025)
Peneliti kelautan di Yayasan Auriga Nusantara, Parid Ridwanuddin, menekankan yang sama. Menurutnya, setiap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil harus melibatkan masyarakatnya. Parid menunjuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Jangan sampai kasus Rempang terulang di mana pendekatan yang digunakan pemerintah, setelah aturan jadi baru dilempar ke publik, akhirnya publik tidak punya pilihan," katanya sambil menambahkan, "Perencanaan itu harus dari bawah ke atas, belakangan ini dari atas ke bawah."
Parid menegaskan, perluasan kewenangan BP Batam ke beberapa pulau kecil di sekeliling Pulau Batam, Rempang, dan Galang tentu akan berdampak ekologis pada pulau tersebut. Terlebih, dia menilai, penerapan pembangunan menggunakan Undang-Undang Cipta Kerja saat ini yang menepikan kehati-hatian terhadap lingkungan.
Dia juga mengingatkan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan mendorong perlindungan pulau-pulau kecil pasca-penambangan nikel di Raja Ampat. Pesan utama dari keputusan itu adalah memastikan tidak boleh ada pembangunan skala besar membebani daya dukung dan tampung pulau kecil, termasuk masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Kepada pemerintah pusat, Auriga Nusantara juga meminta ada evaluasi terhadap BP Batam yang dinilainya telah melanggengkan otoritarianisme tingkat lokal. Dia mencontohkan dalam kasus Rempang akibat Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City.
"Media internasional melihat ada pelanggaran HAM atas nama transisi energi. Alih-alih dievaluasi, malah pemerintah menggunakan cara lain seperti transmigrasi lokal dan lainnya,” kata Parid. (Red)

-
Amsakar : Peningkatan Kapasitas Pengawas Pemilu Langkah Penting Menjaga Demokrasi
06 Sep, 2025 42 views -
-
Bakamla RI dan Kemenhut Amankan Kayu Olahan Ilegal di Pelabuhan Sagulung
06 Sep, 2025 20 views
Your experience on this site will be improved by allowing cookies
Cookie Policy