JAKARTA, SERANTAU MEDIA - Bank Indonesia melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan pertama 2025 mencapai 430,4 miliar dolar AS. Nilai ini setara dengan sekitar Rp6.886 triliun dengan kurs 16.000 per dolar AS. Utang tersebut bertambah 6,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski utang terus naik, Bank Indonesia mengatakan struktur ULN Indonesia tetap sehat. Rasio terhadap PDB sebesar 30,6 persen menunjukkan hal ini. Sebagian besar ULN juga berjangka panjang, yaitu 84,7 persen dari total utang luar negeri.
Data Bank Indonesia, seperti dilansir liputan6.com, Kamis (15/5/2025), menunjukkan angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan pada kuartal akhir 2024 yaitu sebesar 4,3 persen.
Kenaikan utang luar negeri sebagian besar berasal dari sektor publik, khususnya pemerintah. Struktur utang yang tetap terkendali Indonesia mampu mengelola pembiayaan luar negeri dengan hati-hati di tengah masalah ekonomi global.
Pada triwulan pertama tahun 2025, utang pemerintah mencapai 206,9 miliar dolar AS. Nilai ini sekitar Rp3.310 triliun dan naik 7,6 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh pinjaman baru dan masuknya modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) internasional.
Kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia yang tetap positif menjadi faktor utama. Pemerintah berkomitmen menjaga kestabilan fiskal dengan mengelola utang hati-hati dan akuntabel. Mereka memastikan utang ini digunakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Banyak utang pemerintah digunakan untuk sektor penting seperti kesehatan dan sosial (22,4%), administrasi dan pemeliharaan (18,5%), pendidikan (16,5%), konstruksi (12,0%), dan transportasi serta pengiriman barang (8,7%).
Berbeda dari pemerintah, utang luar negeri sektor swasta pada triwulan pertama 2025 tercatat sebesar 195,5 miliar dolar AS. Nilai ini sekitar Rp3.128 triliun dan turun 1,2 persen dari tahun sebelumnya. Namun penurunannya lebih kecil dari kuartal sebelumnya yang mencapai 1,6 persen.
Penurunan utang swasta terutama terjadi di sektor non-lembaga keuangan yang turun 0,9 persen. Industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, listrik dan gas, serta pertambangan menyumbang 79,6 persen dari total utang swasta.
Meski nilainya turun, utang swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang. Jumlahnya mencapai 76,4 persen dari total utang luar negeri sektor ini.***