• Thu, Nov 2025

KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai Tersangka Pemerasan Pejabat Dinas PUPR

KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai Tersangka Pemerasan Pejabat Dinas PUPR

Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai Tersangka Pemerasan Pejabat Dinas PUPR dalam PressCon KPK


SERANTAUMEDIA - Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terhadap pejabat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan (PUPR PKP) Provinsi Riau. Dua orang lain turut ditetapkan sebagai tersangka, yakni MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKP Riau dan DAN, tenaga ahli Gubernur Riau.

“KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Saudara AW selaku Gubernur Riau, Saudara MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKP Provinsi Riau, dan Saudara DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau,” ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11).

Kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. KPK menemukan adanya pertemuan antara Kepala Dinas PUPR PKP dengan enam Kepala UPT wilayah 1 hingga 6 pada Mei 2025 untuk membahas kesanggupan pemberian “fee” kepada Gubernur Riau sebesar 2,5 persen dari nilai anggaran tambahan. Nilai proyek tersebut meningkat dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Namun, Gubernur melalui Kepala Dinas meminta kenaikan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” ungkap Johanis Tanak.

Dari hasil penyelidikan, KPK mencatat adanya tiga kali penyerahan uang yang dikumpulkan oleh para Kepala UPT kepada pihak Abdul Wahid, yaitu pada Juni, Agustus, dan November 2025. Total dana yang berhasil dikumpulkan mencapai sekitar Rp4,5 miliar dari target Rp7 miliar. Dana tersebut diserahkan melalui tenaga ahli Gubernur, DAN, sebagai perantara. Saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada Senin, 3 November 2025, KPK mengamankan Abdul Wahid di sebuah kafe di Pekanbaru bersama orang kepercayaannya, TM. Selain itu, tim juga menyita uang tunai Rp800 juta serta mata uang asing £9.000 dan US$3.000 yang bila dikonversi senilai Rp1,6 miliar. “Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp800 juta, serta uang dalam bentuk pecahan asing £9.000 dan US$3.000 di rumah Saudara AW di Jakarta Selatan,” kata Johanis.

KPK menegaskan bahwa kasus ini bukan suap, melainkan pemerasan karena inisiatif permintaan uang berasal dari pejabat publik. “Kalau suap, yang aktif adalah pihak yang memberi. Tapi kalau pemerasan, yang aktif adalah pejabat yang meminta. Dalam kasus ini, yang meminta adalah Gubernur Riau,” tegas Johanis. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, f, dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ketiganya ditahan selama 20 hari pertama sejak 4 November hingga 23 November 2025. Abdul Wahid ditahan di Rutan KPK Gedung ACLC, sementara dua tersangka lainnya ditahan di Rutan Merah Putih KPK.

Dalam kesempatan itu, Johanis menyatakan keprihatinan atas kembali terjadinya kasus korupsi di Riau. Ia menyebut praktik korupsi di provinsi tersebut masih tinggi, terlihat dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang menunjukkan skor 62,83 poin atau kategori rentan. “Kegiatan penangkapan ini sekaligus menjadi peringatan dan perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Riau terhadap urgensi perbaikan tata kelola pemerintahan yang komprehensif,” ujarnya.

KPK mengapresiasi dukungan masyarakat dan media yang turut melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. “Partisipasi publik ini menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi memerlukan kerja sama semua elemen bangsa,” tutup Johanis Tanak.