Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menegaskan bahwa wajib sertifikasi halal akan diberlakukan secara penuh pada Oktober 2026, mencakup produk nonpangan seperti kosmetik, obat-obatan, tekstil, barang gunaan, hingga produk impor.
Kebijakan ini merupakan implementasi lanjutan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024, yang menggantikan aturan sebelumnya, PP Nomor 39 Tahun 2021.
“Mulai Oktober 2026, bukan hanya makanan dan minuman, tapi juga kosmetik, obat, tekstil, barang gunaan, hingga produk impor wajib halal. Ini komitmen Indonesia untuk melindungi konsumen muslim sekaligus meningkatkan daya saing produk nasional,” kata Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan, Jumat, 3 Oktober 2025.
Dalam PP 42/2024 Pasal 160 Ayat (1) disebutkan, kewajiban halal bagi usaha menengah dan besar di sektor makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan telah dimulai sejak 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024. Cakupan kewajiban kini diperluas ke sektor lainnya.
Saat ini, menurut Haikal, lebih dari 9,6 juta produk di Indonesia telah tersertifikasi halal. Bahkan, rata-rata terdapat 5.000 hingga 6.000 produk baru yang memperoleh sertifikat halal setiap hari. Capaian ini melebihi target pemerintah sebesar 7 juta produk untuk tahun 2025.
BPJPH juga menekankan bahwa pelaku usaha kecil dan mikro (UMKM) menjadi prioritas sertifikasi, agar warung tradisional, warteg, dan pelaku usaha kecil tidak tertinggal dari jaringan franchise besar yang telah lebih dahulu tersertifikasi.
“UMKM menjadi prioritas kami. Dengan sertifikasi halal, usaha kecil dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperkuat daya saingnya,” ujar Haikal.