NATUNA | SERANTAUMEDIA - Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dinilai sebagai salah satu langkah pencegahan yang efektif terhadap kekerasan terhadap anak.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Natuna, Yuli Ramadhanita.
Menurut Yuli, komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak dapat membantu orangtua mengetahui kondisi anak serta aktivitas yang dilakukan, terutama ketika anak berada di luar pengawasan orangtua.
Yuli menekankan bahwa jika anak merasa nyaman berbicara dengan orangtuanya, mereka akan lebih mudah mengungkapkan perasaan atau pengalaman yang tidak menyenangkan, termasuk jika mereka menjadi korban kekerasan.
“Ketika anak merasa nyaman berbicara dengan orangtuanya, mereka lebih mudah mengungkapkan jika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Ini sangat penting untuk mencegah mereka menjadi korban,” ungkap Yuli.
Pentingnya komunikasi ini semakin ditekankan dengan fakta bahwa sejumlah anak di Natuna diketahui mengalami kesepian dan mencari perhatian di luar rumah.
Kondisi ini menjadi perhatian serius, mengingat bisa dimanfaatkan oleh individu yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kekerasan dengan memberikan perhatian atau memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan anak.
Yuli menambahkan bahwa banyak orang tua yang terlalu sibuk memenuhi kebutuhan materiil seperti sandang, pangan, dan papan, namun kerap lupa untuk memenuhi kebutuhan emosional dan psikologis anak.
"Sebagai orang tua, kita wajib menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan anak," tegasnya.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Natuna terus berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat.
Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah program sosialisasi perlindungan anak dan perempuan di berbagai sekolah, desa, dan kelurahan di wilayah Natuna.
Selain itu, dinas juga memberikan psikoedukasi kepada keluarga berisiko. Keluarga berisiko adalah keluarga yang memiliki faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik terhadap anak, pasangan, atau anggota keluarga lainnya.
Salah satu contoh keluarga berisiko adalah anak yang tinggal bersama ayah tiri atau hanya dengan ayahnya.
"Program-program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya komunikasi yang sehat dalam keluarga, serta meminimalisir terjadinya kekerasan pada anak-anak di Natuna," tutup Yuli.