PEKANBARU, SERANTAU MEDIA – Ruang sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru tampak dipadati pengunjung saat digelar sidang perdana terhadap mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, bersama mantan Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Indra Pomi Nasution, Selasa, 29 April 2025.
Sidang ini juga diikuti oleh mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Setdako Pekanbaru, Novia Karmila. Ketiganya hadir dengan didampingi penasihat hukum masing-masing.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Delta Tamtama, dengan didampingi Hakim Anggota Adrian Abe Hutagalung dan Jonson Parancis.
"Sidang dengan terdakwa Risnandar Mahiwa, Novia Karmila, dan Indra Pomi Nasution resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum," ujar Ketua Majelis Hakim saat membuka persidangan.
Hingga berita ini diturunkan, proses persidangan masih berlangsung.
Ketiga terdakwa sebelumnya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 Desember 2024. Setelah menjalani proses penyidikan, berkas perkara mereka dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan.
Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang tunai sebesar Rp6,8 miliar dari berbagai lokasi. Di antaranya, Rp1 miliar ditemukan saat penangkapan Novia Karmila di Pekanbaru, Rp1,39 miliar di rumah dinas Wali Kota yang ditempati Risnandar, dan Rp2 miliar di rumah pribadinya di Jakarta.
Penyidik juga menyita Rp830 juta dari rumah Indra Pomi Nasution serta menemukan Rp375,4 juta di rekening ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto.
Selain itu, Rp1 miliar ditemukan di tangan kakak Novia Karmila, Fachrul Chacha, dan Rp100 juta dari rumah dinas Pj Wali Kota. Dari penggeledahan di sebuah rumah di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, turut ditemukan uang tunai sebesar Rp200 juta.
Dalam penggeledahan lanjutan pada 13 Desember 2024, KPK kembali menyita uang tunai Rp1,5 miliar, 60 unit perhiasan mewah, serta sejumlah dokumen penting dari 21 lokasi berbeda, termasuk rumah pribadi dan sejumlah kantor di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru.
Berdasarkan hasil penyelidikan, KPK menduga Risnandar Mahiwa menggunakan modus utang fiktif untuk mengalirkan dana dari APBD Pemerintah Kota Pekanbaru. Selain itu, ditemukan adanya penambahan anggaran pada Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru pada November 2024, termasuk anggaran makan dan minum dari APBD Perubahan 2024. (Arie)