SERANTAUMEDIA - Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia dari 11 persen menjadi 12 persen dapat mengurangi produk domestik bruto (PDB) negara ini hingga Rp 21 triliun (USD 1,3 miliar), kata seorang ekonom memperingatkan pada hari Kamis.
"PDB nasional kita sekitar Rp 12.300 triliun. Kenaikan PPN berpotensi menurunkan PDB sebesar 0,17 persen atau setara dengan sekitar Rp 21 triliun," kata Analis Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman.
Ia mencatat bahwa kenaikan PPN akan melemahkan daya beli, mengurangi konsumsi masyarakat, dan memperlambat penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, hal itu dapat merusak daya saing dan ekspor Indonesia.
"Kenaikan PPN menimbulkan risiko baru bagi perekonomian nasional, terutama pada sektor-sektor utama yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan PDB ini merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan," jelas Rizal.
Ekonom Universitas Indonesia, Jahen Rezki, menyuarakan kekhawatiran tersebut.
Ia menegaskan kenaikan PPN dapat memperparah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah melambat, yakni dari 5,05 persen pada kuartal sebelumnya menjadi 4,95 persen pada kuartal ketiga 2024.
Pemerintah berencana menerapkan kenaikan PPN mulai 1 Januari 2025. Waktu ini berpotensi mengimbangi peningkatan konsumsi masyarakat yang diantisipasi selama Ramadan, yang jatuh pada bulan Maret.
"Dampak musiman Ramadan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi triwulanan di atas 5 persen pada triwulan pertama [tahun 2025]. Namun, masih harus dilihat bagaimana kenaikan PPN akan berdampak pada pertumbuhan -- apakah konsumen akan merespons dengan mengekang pengeluaran mereka," kata Jahen. ***