JAKARTA | SERANTAUMEDIA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi mengalami fluktuasi, namun akan ditutup melemah pada perdagangan pekan depan, Senin (16/12/2024).
Pelemahan ini dipengaruhi sentimen global seperti kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan langkah stimulus ekonomi China.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan sejumlah faktor domestik dan internasional menjadi penentu pergerakan rupiah ke depan.
"Dari luar negeri, data menunjukkan inflasi AS tetap tinggi. The Fed kemungkinan akan memperlambat laju pemangkasan suku bunga di tahun 2025 setelah memangkas 75 basis poin sepanjang tahun 2024," ujarnya dilansir bisnis.com.
Kebijakan ekspansif di bawah Presiden terpilih Donald Trump diperkirakan mempertahankan suku bunga tinggi untuk jangka panjang. Selain itu, keputusan suku bunga di Jepang dan Inggris juga menjadi sorotan pasar.
Investor juga kecewa dengan hasil Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) di China yang berakhir tanpa langkah konkret.
“Stimulus agresif yang diharapkan tidak terealisasi, sehingga membebani sentimen pasar. Akibatnya, mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, mengalami tekanan.,” jelas Ibrahim.
Bloomberg melaporkan, indeks mata uang negara berkembang turun 0,15 persen terhadap dolar AS pada Jumat (13/12/2024). Peso Cile dan real Brasil termasuk yang terpukul.
“Pergerakan ini dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed dan stimulus China,” ungkap Nick Rees, analis di Monex Europe.
Dari dalam negeri, risiko inflasi akibat rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% menjadi perhatian. Ibrahim menyoroti dampak potensial terhadap daya beli masyarakat.
"Saat PPN naik menjadi 11% pada 2022, inflasi langsung naik 0,95% dalam satu bulan. Dampaknya bisa lebih besar kali ini," tambahnya.
Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.090–Rp16.070 per dolar AS pada pekan depan. Pada penutupan pekan ini, rupiah melemah 0,40% ke posisi Rp16.008,5 per dolar AS, sementara indeks dolar AS naik ke level 107,11.
Pasar Asia, termasuk Indonesia, juga terkena dampak dari keputusan hawkish bank sentral Brasil dan ketidakpastian politik. Real Brasil sempat meredam kerugian melalui intervensi bank sentral, meski tetap melemah secara signifikan.
Rupiah diperkirakan terus berada di bawah tekanan pada pekan depan, terimbas sentimen global dan domestik. Langkah-langkah kebijakan yang diumumkan The Fed, pemerintah China, serta respons fiskal domestik akan menjadi kunci dalam menentukan arah pasar.